Sabtu, 29 November 2014

PARADIGMA, METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN BAHASA

 I. Pengertian Paradigma Paradigma mempunyai banyak arti, antara lain, cara memandang, melihat sesuatu (theway of loking at thinks) dan ada juga yang memahami sebagai teori, aliran, hukum, kerangka berfikir, dan sebagainya (Thomas Kuhn dalam hanafi, 2011:25). Penetapan suatu paradigma mempengaruhi pemilihan metodologi penelitian, karena ia akan mendasari kerangka berfikir atau cara pandang terhadap realitas yang menjadi objek penelitian dan pemilihan jenis metodologi penelitian. Oleh sebab itu, pemahaman terhadap paradigma menjadi hal yang yang sangat penting sebelum seorang peneliti menetapkan jenis metodologi penelitiannya. Metodelogi penelitian sebagai cara atau tahapan yang sistematis, efetif dan rasional dlam memecahkan masalah dapat dilakukan dengan dua paradigma, yaitu paradigma positivistik, dan paradigma naturalistik. Kedua paradigma ini berbeda dalam melihat suatu realitas/ kebenaran. 

A. Paradigma Positivistik Paradigma positivstik adalah aliran filsafat yang mengakui bahawa suatu realitas dikatan benar jika berdasarkan fakta-fakta positif yang didekatkan dengan metode ilmiah, yaitu eksperimen, observasi, dan komparasi. Fakta positif adalah yang sesungguhnya nyata, pasti dan berguna, jelas dan langsung dapat diamati dan dibenarkan oleh setiap orang yang memiliki kesempatan untuk mengamati dan menilainya. Menurut John W. Creswell (dalam Hanafi, 2011:25), paradigma ini mengandalkan eksperimen atau data empiris sebagai teknik dasar dan menganggap kebenaran dapat diuji (confirmable), karena kebenaran adalah hipotesis yang telah teruji melalui eksperimen melalui proses berfikir deduksi atau khazanah ilmu yang sudah ada. Paradigma positivistik, menurut Lincoln dan Guba dalam J.W. Creswell (dalam Hanafi, 2011: 25), mendasari asumsinya sebagai berikut: 1. Realitas dipanadang sebagai satu rangkaian perwujudan rill, proses yang teratur \, dan dapat dipecah-pecah (parsial) ke dalam rangkaian subsistem yang independen atau variabel yang dapat diteliti hubungan-hubungannya. 2. Antara peneliti dengan yang diteliti adalah dua hal yang terpisah; tidak saling mempengaruhi. 3. Positivistik mengansumsikan bahwa realitas bisa digenneralisir yang berlaku untuk waktu dan tempat dimana saja, bebas nilai (obyektif), dan dapat diprediksikan sebab dan akibatnya. 4. Paradigma positivistik mendasari penelitian kuantitaif yang mencari fakta dengan mengabaikan unsur-unsur subyektif yang melekat pada setiap individu dan mementingkan faktor-faktor eksternal sebagai penggerak dan penentu tingkah laku manusia (etic). 5. Tujuan penelitian kuantitatif melihat suatu realitas sebagai hal yang tunggal, teramati dan dapat dipragmentasikan. 6. Oleh sebab itu, penelitian ini mempunyai perspektif etic (apa yang dipersepsikan orang menurut peneliti), sehingga pencarian data bisa diawali oleh rang lain (bukan peneliti sendiri) atau alat-alat penelitian yang memungkinkan menggali data penelitian dapat berbentuk tes dan non tes, dan diprediksi oleh peneliti hal yang akan terjadi dari data yang dimanipulasikan. Dengan demikian, masalahnya mempersoalkan faktor-faktor yang bisa didekteksi atau terobservasi untuk dipecahkan sebab dan akibat dari variabel yang ditelitinya. 7. Paradigma positivistik mendasari penelitian ilmiah (scientific paradigm). Oleh sebab itu langkah-langkah identik dengan metode ilmiah, yaitu berfikir deduktif yang ujungnya hipotesis dan berfikir induktif yang ujungnya pengujian hipotesis berdasarkan data yang dikumpulkan. 

B. Paradigma Naturalistik Paradigma naturalistik/fenomenologis mencari fakta dari alasan masing-masing individu mengapa melakukan sesuatu (emic). Paradigma Naturalistik mendasari penelitian kualitatif, naturalistic inquiry (Guba dalam Hanafi, 2011:28). Dinamakan inquiri naturalistik karena penelitian dilakukan dalam latar/ setting alamiah yan menjadi tempat penelitiannya (bukan laboratorium) dengan menggunakan Natural method (observation, interview, thinking, reading, and writting). Paradigma Naturalistik ini melihat suatu realitas (1) bersifat kompleks, (2) holistik, (3) terfokus pada semua faktor yang terlibat, (4) hubungan peneliti dengan yang diteliti interaktif dan tidak dapat dipisah, (5) generalisasi terikat waktu dan tempat sehingga sulit dibedakan mana sebab dan akibat, (6) pengkajian terikat. Oleh sebab itu, maslaah yang akan dicarinya terfokus dan berdalam-dalam untuk mendeskripsikan gejala-gejala yang diamati dan nilai budaya serta makna semantit (meaning) di balik relaitas/ fakta (tingkah laku, ucapan dan tindakan subyek yang diteliti). Misalnya penelitian tentang mengapa kaum perempuan memilih pekerjaan sebagai guru bahasa, dan sebagainya. Hubungan realitas dalam paradigma naturalistis sangat kompleks karena realitas yang satu mempunyai hubungan dengan yang lainnya. 

C. Paradigma Rasional Paradigma rasionaladalah cara pandang ilmu dalam memecahkan masalah berdasarkan (1) keberterimaan akal sehat yang didukung dengan bahan-bahan pustaka, (2) adanya korespodensi (keterkaitan) dan (3) koherensi (keberterimaan) anatara satu pendapat dengan pendapat-pendapat lainnya atau suatu teks dengan teks-teks yang lainnya, antara fakta yang lama dengan fakta yang baru, antara pendapat para ahi yang satu dengan yang lainnya, serta (4) adanya kohesi (kepaduan wacana). Untuk mendapatkan kebenaran yang rasional, jenis penelitian dengan paradigma pragmatik memerlukan uji data dari beberapa cara, antara lain, uji data dengan teori, uji teman sejawat, uji pakar, dsb sehingga data yang dikaji peneliti menjadi valid dan reliabel. Jenis penelitian yang berparadigma ini antara lain penelitian kajian pustaka. 

D. Paradigma Pragmatik Paradigma pragmatik adalah cara pandang yang melihat masalah dari aspek kegunaannya, misalnya bagaimana tindakan yang dapat meningkatkan hasil belajar bahasa Arab yang memenuhi kriteria Pakem (Pembelajaran Aktif Kreatif dan Menarik), bagaimana strategi pembelajaran pendidikan agama yang dapat meningkatkan anak berakhlak mulia, dan sebagainya. Paradigma ini melahirkan penelitian dengan pendekatan penggabungan, mixing Research, antara kualitatif dan kuantitatif, karena tujuan yang ingin dicapai adalah adanya efektifitas dari adanya tindakan sehingga dapat meningkatkan atau merubah dari yang ada menjadi sesuatu yang lain yang efektifdan memberi nilai guna yang dirasaan oleh subyek penelitian. Untuk ini, penelitian bukan sekedar menguji teori (kuantitatif) atau Mendeskripsikan data (Kualitatif), tetapi menggabungkan keduanya, yaitu mendeskripsikan suatu tindakan tetapi juga mengukur. Dengan kata lain, salah satu penelitian akan berlanjut dari kualitatif ke kuantitatif atau sebaliknya. Oleh sebab itu sah saja jika seseorang menggunakan dua pendekatan sekaligus dalam metode penelitiannya jika yang akan ditelitinya tentang efektifita kegitan/tindakan. Jenis penelitian yang berparadigma prakmatik antara laian penelitian tindakan, penelitian pengembangan, dsb. 

II. Prosedur Tahapan Pelaksanaan Penelitian Bahasa Pelaksanaa penelitian bahasa 

menurut tahapan dapat dibagi atas tiga tahan, yaitu: 
1. Prapenalitian 
2. Pelaksanaan penelitian 
3. Penulisan laporan penelitian 

 Tahapan prapenelitian dimaksudkan sebagai tahapan yang menuntun peneliti untuk berusaha merumuskan secara jelas tentang masalah yang hendak dipecahkan melalui penelitian. Rumusan secara jelas tersebut mencakup: latar belakang munculnya masala; rumusan masalah secara spesifik dan operasional; Hubungan masalah yang hendak diteliti dengan penelitian-penelitian terdahulu (dalam hal ini berkaitan dengan kajian pustaka) dan teori-teori tertentu (berkaitan dengan kerangka teori yang akan digunakan); dan metode meode (termasuk teknik-tekniknya) yang hendak digunakan. Semua ini harus tertuang dalam desain penelitian atau proposal. Dengan demikian, tahapan prapenelitian tidak lain adalah tahapan penyusunan desain penelitian (proposal). Tahapan ini ditandai oleh adanya kegiatan menyusun dan terwujudnya sebuah desain penelitian. patut ditambahkan bahwa selain hal-hal diatas sebuah desain penelitian dapat pula memuat hal-hal yang berkaitan dengan hipotseis, hasil yang diharapkan dari penelitian, daftar pustaka, dan jadwal kegiatan. Kemudian, tahapan pelaksanaan penelitian dijabarkan dalam tiga tahapan pokok, yaitu penyediaan data, analisis data, dan membuat rumusan hasil analisis yang diwujudkan dalam bentuk kadah-kaidah. Ketiga tahapan ini merupakan inti dari kegiaan penelitian (bahasa). Dikatakan demikian karena terjawabnya permasalahan yang menjadi dasar dilakukannya penelitian hanya dimungkinkan, jika data yang gayut dengan masalah tersebut telah tersedia dan teranalisis serta tertemukannya kaidah-kaidah, yang merupakan jawaban terhadap masalah yang diteliti tersebut. Ketiga tahapan diatas, masing-masing ditandai oleh kegiatan menyediakan dan tersedianya data; menganalisis dan ditemukannya kaidah-kaidah tertentu; Serta tersajinya kaidah-kaidah tersebut dalam rumusan-rumusan tertentu. Adapun tahapan penulisan laporan penelitian dimaksudkan, pada tahap ini peneliti membuat laporan dari penelitian yang dilakukan, yang dapat berwujud makalah, skripsi, tesis, disertasi, dan lain-lain tergantung untuk apa penelitian tersebut dilakukan apabila penelitian itu dilakukan sebagai karya tulis akhir pada program S1, S2, dan S3, maka laporan penelitian dapat disebut secara berturut-turut: skripsi, tesis, dan disertasi. Oleh karena itu, tahap ini ditandai oleh kegiatan membuat dan terwujudnya sebuah laporan penelitian. Ketiga tahapan pelaksanaan penelitian yang disebutkan diatas merupakan persoalan yang hendak diungkapkan secara panjang lebar dalam buku ini. untuk sistematisnya akan diuraikan satu per satu secara berturut-turut. Sebelum itu, perlu ditegaskaan bahwa dalam buku ini disamping akan dipaparkan tentang penelitian bahasa secara sinkronis (linguistik teoretis) juga akan dipaparkan ihwal penelitian bahsa secara diakronis, khususnya yang berhubungan dengan kajian dialektologi diakronis dan linguistik historis komparatif. Perbedaan yang cukup signifikan tantang penanganan masalah kebahasaan berdasarkan kedua perspektif diatas, tidaklah terdapat pada tahap prapenelitian dan penulisan laporan penelitian, melainkan pada tahap pelaksaanaan penelitian khususnya yang menyangkut metode dan teknik-tekniknya. Dalam hal metodenya pun tidak terlalu berbeda karena terdapat metode yang sama, hanya penerapan metodenya yang berbeda. Selain itu, akan dipaparkan juga ihwal metode yang berhubungan dengan penelitian pemakaian bahasa, khususnya yang berhubungan dengan sosiolinguistik. Hal ini dipandang perlu, karena jika pada paparan ihwal penelitian dalam bidang linguistik sinkronis maupun diakronis diatas cenderung bersifat linguistis, paparan pada bidang pemakaian bahasa merupakan lahan kajian yang bersifat antarbidang. Dengan demikian, diharapkan diperoleh bagaimana seluk beluk penelitian yang bersifat antarbidang tersebut. Untuk itu, pemaparan pada Bab III: Pelaksanaan penelitian akan dibagi dalam tiga seksi dasar, yaitu pemaparan tentang metode dan teknik-teknik yang digunakan dalam penelitian bahasa secara sinkronis dan pemaparan tentang metode dan teknik-teknik yang digunakan dalam penelitian bahasa secara diakronis, serta pemaparan tentang metode dan teknik yang digunakan dalam penelitian sosiolinguistik.   

Daftar Referensi 
Hanafi, Abdul Halim. 2011. Metodologi Penelitian Bahasa. Jakarta; Diadit Media Press. 
Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta; Rajawali Pers. 
Muhammad. 2014. Metode Penelitian Bahasa. Jogjakarta; Ar-Ruzz Media.  

Jumat, 11 April 2014

PENELITIAN HISTORIS, DESKRIPTIF, DAN EKSPERIMEN

A.   PENELITIAN HISTORIS/SEJARAH
            Penelitian historis merupakan penelitian mengenai pengumpulan dan evaluasi data secara sistematis berkaitan dengan dengan kejadian masa lampau untuk menguji kebenaran hipotesis yang berkaitan dengan sebab akibat atau kecendrungan kejadian-kejadian yang dapat membantu menggambarkan atau menerangkan kejadian masa  kini dan mengantisipasi kejadian dimasa yang akan  datang. Peneitin ini menggambarkan kejadian masa lalu yang kemudian digunakan untuk menjadi proses pembelajaran masyarakat sekarang.
Penelitian sejarah juga dapat digunakan untuk membantu berpikir kembali pada keadaan masa lalu, dengan alasan :
1.  Ilmu pengetahuan yang sekarang dapat lebih baik dimengerti melalui belajar dari    pengalaman masyarakat yang lalu.
2.  Pola  pikir, strategi, dan tindakan masyarakat sekarang masih banyak yang menggunakan peristiwa masa Lampau baik secara total ditiru, dan atau sebagian dimodifikasi untuk memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat sekarang..
3.  Masalah pada masa lalu masih mempunyai kaitan dengan masalah sekarang.

            Cakupan dan sasaran penelitian sejarah sebenarnya dapat luas, termasuk kehidupan seseorang, gagasan bersama kelompok masyarakat, pergerakan sosial, perkembangan  institusi dan kehidupan masyarakat masa lampau.

1.    Langkah-langkah penelitian historis adalah :
1.    Menetukan permasalahan penelitian.
2.    Menyatakan tujuan penelitian.
3.    Mengumpulkan data.
4.    Evaluasi data.
5.   Melaporkan hasil penelitian.








2.    Sumber-sumber  data  dalam penelitian historis adalah :
        1.   Sumber data primer yaitu data yang diperoleh dari cerita para pelaku  peristiwa  itu sendiri, dan atau saksi mata  yang mengalami peristiwa tersebut.  Sumber tersebut dapat berupa dokumena asli, relief, dan benda-benda peninggalan masyarakat masa  lampau.
       2.    Sumber data  skunder yaitu data atau informasi diperoleh dari sumber lain yang mungkin    tidak berhubungan langsung dengan peristiwa tersebut, sumber tersebut dapat berupa buku-buku, catatan  yang berkaitan dengan peristiwa tersebut.

            Dari adanya sumber data primer dan sekunder ini, sebaiknya peneliti lebih memberikan bobot pada  sumber data primer terlebih dahulu, baru kemudian  pengetahuan, data sekunder, data tersier, dan seterusnya.

3.    Pengumpulan  data penelitian  historis
Pada  penelitian ini tinjauan  literatur dan prosedur penelitian  merupakan suatu hal yang penting.  Pada penelitian ini literature mencakup semua jenis komunikasi tertulis. Komunikasi tertulis dapat berupa  dokumen resmi, rekaman, surat-surat, dan dokumen-dokumen lain. Jika memungkinkan pada penelitian ini dapat melibatkan wawancara dengan orang  yang  ambil bagian dalam suatu kejadian atau proses  yang sedang diselidiki.

4.    Analisis data penelitian historis
Semuasumber data harus dianalisis dengan teliti secara ilmiah untuk menentukan keotentikan dan keakuratan penelitian tersebut. Hal tersebut untuk menghindari diterimanya statemen  orang-orang  terkenal.
Dalam menetapkan keakuratan dokumen,  setidaknya  ada 4 faktor yang harus dipertimbangakan
 yaitu :
-                   Pengetahuan dan kompetensi pengarang.
-                   Selang waktu antara kejadian dan penulisan kejadian.
-                   Motif  yang  biasa dari pengarang.
-                   Kosistensi dari data.







B.    PENELITIAN DESKRIPTIF

            Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan objek ataus ubjek  yang  sesuai dengan apa adanya, dengan tujuan menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek  yang  diteliti secara tepat.  Penelitian deskriptif memerlukan  tindakan yang  teliti pada setiap komponen penelitiannya agar dapat menggabarkan subjek atau obyek  yang diteliti  mendekati kebenarannya.
Penelitian deskriptif memiliki beberapa keunikan yaitu :
1.  Menggunakan kuesioner atau wawancara sering kali hanya mendapatkan responden  yang sedikit yang  dapat mengakibatkan biasnyak simpulan.
  2.  Bila peneliti menggunakan observasi,  kadangkala dalam waktu pengmpuan data tidak    memperoleh data yang  memadai.
  3.  Memerlukan permasalahan  yang dirumuskan dengan jelas agar pada waktu menjaring data dilapangan peneliiti tidak mengalami kesulitan.

1.    Langkah-langkah penelitian deskriptif adalah :
1. Mengidentifikasi adanya permasalahan yang dapat dipecahkan dengan metode deskriptif.
2.    Membatasi dan merumuskan masalah secara  jelas.
3.    Menentukan tujuan dan manfaat penelitian.
4.    Melakukan studi pustaka yang berkaitan  dengan permasalahan.
5.    Menentukan kerangka berpikir.
6.  Mendisain metode penelitian yang hendak digunakan termasuk pengumpulan data, populasi, sampel, menentukan instrumen  pengumpulan data, dan menganalisis data.
7.  Mengumpulkan,  mengorganisasi,  dan menganalisis data dengan menggunakan teknik statistik.
8.    Membuat laporan.






2.    Macam-macam penelitian deskriptif
    1.    Penelitian Laporan diri.
            Pada penelitian ini peneliti dianjurkan menggunakan teknik observasi secara langsung. Peneliti mengunjungi individu yang diteliti untuk diamati semua kegiatannya yang alami, sehingga informasi  yang  didapat sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian.
    2.    Studi perkembangan
                        Merupakan suatu penelitian yang meneliti  tentang perkembangan prilaku seseorang atau kelompok. Penelitian ini dilakukan dalam periode waktu tertentu.
    3.    Studi kelanjutan
            Merupakan suatu penelitian   yang dilakukan untuk menentukan  status responden setelah beberap awaktu memperoleh perlakuan tertentu.
    4.    Studi Sosiometrik
                                    Merupakan suatu bentuk penelitian  yang menganalisis hubungan antar pribadi dalam suatuk elompok yang  berkaitan dengan penerimaan dan penolakan seseorang terhadap orang   lain yang  disajukan dengan menggunakan sosiogram.       



C.   PENELITIAN EKSPERIMEN       
            Pada prinsipnya penelitian eksperimen dapat didefenisikan sebagai metode yang sistematis guna membangun hubungan  yang mengandung fenomena sebab akibat.          Penelitian ini digunakan untuk menguji   hubungan sebab akibat suatu permasalahan.  Dalam penelitian ini peneliti memanipulasi  variabel bebas   dan kemudian mengobservasi  pengaruh atau perubahan  yang  diakibatkan oleh  manipulasi yang  dilakukan.  Dalam penelitian ini variabel bebas dan variabel terikat sudah ditentukan dengan tegas oleh peneliti.  Dibidang pendidikan ,  penelitian eksperimen dibedakan  menjadi 2 bentuk, yaitu :







1.    Penelitian dalam laboratorium,  yaitu penelitian yang dilaksanakan dalam ruang tertutup atau dalam kondisi tertentu untuk meningkatkan intensitas yang lebih  teliti terhadap  variabel yang diteliti.
2.     Penelitian diluar labor atau penelitian lapangan,  penelitian ini
        Dilakukan  dilapangan untuk mendekati lingkungan nyata sehingga data yang diperoleh benar-benar  akurat.

Karakteristik penelitian eksperimen
1.    Variabel bebas  yang  dimanipulasi.
            Yaitu tindakan atau  perlakuan yang dilakukan oleh peneliti atas pertimbangan ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka guna memperoleh perbedaan efek  dalam variable terikat.
2.    Variabel lain yang mungkin berpengaruh dikontrol agar tetap konstan.
            Pengontrolan variabel ini merupakan  usaha peneliti untuk menjauhkan variabel lain dari pada variabel terikat yang mungkin mempengaruhi penampilan variabel terikat.
3.    Observasi terhadap variabel bebas dan variabel terikat.
            Observasi dilakukan untuk melihat dan mencatat fenomen aapa yang muncul yang memungkinkan terjadinya perbedaan diantara 2 kelompok sebagai akibat adanya control dan manipulasi variabel.

Langkah-langkahpenelitiaeksperimen
1.    Melakukan kajian secara induktif yang berkaitan erat dengan permasalahan yang hendak dipecahkan.
2.    Mengidentifikasi permasalahan.
3.    Melakukan studi literature dari beberapa sumber  yang relevan.
4.    Membuat rancangan penelitian.
5.    Melakukan eksperimen.
6.    Mengumpulkan data kasar






7.    Mengorganisasi  data sesuai dengan variabel yang telahditentukan..  
8.    Membuatlaporan.

Desainpenelitianeksperimen
            Desain penelitian eksperimen merupakan gambaran secara jelas tentang hubungan  antar variabel yang dapat dimanfaatkan dalam menyusun hipotesis penilaian dan tindakan yang perlu diambil dalam proses eksperimen selanjutnya.
Desain penelitian eksperimen terbagi 2 yaitu :
1.    Desain penelitian secara luas
Desain  ini   merupakansemua proses yang yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian, yang diawali sejak penentuaan ide hingga mengetes hasil hipotesis untuk mendapatkan hasil penelitian yang memuaskan.
2.    Desain penelitian secara sempit
            Merupakan penggambaran secara jelas tentang hubungan antar variabel,  pengumpulan data serta analisis data.
Bila suatu penelitian didesain dengan baik, maka dapat memberikan gambaran yang jelas tentang keterkaitan antara variabel yang ada dalam konteks.


POPULASI, SAMPLE, SABYEK DAN OBYEK PENELITIAN (PENELITIAN KUANTITATIF, KUALITATIF DAN PTK)


1.      Populasi dan Sampel pada Penelitian Kuantitatif,

A.    Populasi
            Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: Obyek/ subyek yang mempunyai kalitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
            Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga obyek dan benda alam lainnya. Populasi juga  bukan sekedar jumlahyang ada pada obyek/subyekyang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu.
            Misalnya akan melakukan penelitian di sekolah X, maka sekolah X ini  merupakan pupolasi. Sekolah X mempunyai sejumlah orang/ subyek dan obyek yang lain. Hal ini berarti populasi dalam arti jumlah/kuantitas. Tetapi sekolah X juga mempunyai karakteristik orang-orangnya, misal motivasi kerjanya, disiplin kerjanya, kepemimpinannya, iklim organisasinya dan lain; dan juga mempunya karakteristik obyek yang lain, misalnya kebijakan, prosedur kerja, tata ruang kelas, lulusan yang dihasilkan dan lain-lain.
B.     Sampel
Sample adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar dan penalitian tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi itu. Apa yang dipelajari dari sample itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sample yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili).
Bila sample tersebut tidak representatif, maka ibarat orang buta yang disuruh menyimpulkan karakteristik gajah. Satu orang memegang telinga gajah, maka menyimpulkan bahwasannya gajah itu seperti kipas. Orang kedua memegang badan gajah, maka menyimpulkan gajah itu seperti tembok besar. Satu orang lagi memegang ekor gajah, maka orang itu akan menyimpulkan gajah itu seprti seutas tali. Begitulah kalau sample yang dipilih tidak representatif, maka ibarat 3 orang buta itu yang membuat kesimpulan salah tentang gajah.


C.    Teknik Sampling
Teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel. Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai teknik yang digunakan. Pada dasarnya, teknik pengambilan sampel ini dikelompokan menjadi dua yaitu Probability Sampling  dan Nonprobaliti Sampling.
1.      Probability Sampling
Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik ini meliputi, simpel random sampling, proportinate startified random sampling, disproportionate startified random, sampling area (cluster) sampling (sampling menurut daerah).
a.      Simple Random Sampling
Dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakuakan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Cara demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen.
b.      Proportinate Startified Random Sampling
Teknik ini digunakan bila populasi mempunyai anggota/unsur yang tidak homogen dan berstrata secara proposional. Suatu organisasi yang mempunya pegawai dari latar belakang pendidikanyang berstrata, maka populasi pegawai berstrata. Misalnya jumlah pegawai yang lulus S1= 45, S2= 30, STM= 800, ST= 900, SMEA= 400, SD= 300. Jumlah sampel yang harus diambil meliputi strata pendidikan tersebut.
c.        Disproportionate Startified Random Sampling
Teknik ini digunakan untuk menentukan jumlah sampel, bila pupolasi berstrata tetapi kurang proposional. Misalnya pegawai dari suatu unut kerja tertentu mempunyai; 3 orang lulusan S3, 4 orang lulusan S2, 90 lulusan S1, 800 lulusan SMU dan 700 lulusan SMP, maka tiga orang lulusan S3 dan empat orang lulusan S2 itu diambil semuanya sebagai sampel. Karena kedua kelompok ini terlalu kecil bila dibandingkan dengan kelompok S1, SMA dan SMP.
d.      Sampling Area (Cluster) Sampling (Sampling Menurut Daerah)
Teknik sampling ini digunakan untuk menentukan sampel bila objek yang diteliti terlalu luas, misal penduduk suatu negara, provinsi atau kabupaten. Untuk menentukan penduduk mana yang akan dijadikan sumber data, maka pengambilan sampelnya berdasarkan daerah populasi yang telah ditetapkan.
Misalnya di Indonesia terdapat 30 provinsi, dan sampelnya akan menggunakan 15 provinsi, maka pengambilan 15 provinsi itu dilakukan secara random. Tetapi perlu diingat, karena provinsi di Indonesia itu berstrata (tidak sama) maka pengambilan sampelnya perlu menggunakan stratified random sampling. Provinsi di Indonesia ada yang penduduknya padat, ada juga yang tidak; ada yang memiliki banyak hutan ada yang tidak; ada yang kaya akan bahan tabang ada yang tidak. Karakteristik semacam ini perlu diperhatikan sehingga pengambilan sampel menurut strata populasi itu dapat ditetapkan.
Pada teknik ini sering dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pertama melakukan sampel daerah, dan tahap kedua menentukan orang-orang yang ada pada daerah itu secara sampling juga.
2.      Nonprobability Sampling
Teknik pengambilan sampel ini tidak memberikan peluang/ kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik ini meliputi, sampling sistematis, kuota, aksidental, purposive, jenuh, snowball.
a.      Sampling Sistematis
Sampling sistematis adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan urutan anggota poplasi yang telah diberi nomor urut. Misalnya anggota populasi yang terdiri dari 100 orang. Dari semua anggota tersebut diberi nomor urut, yaitu nomor 1 sampai 100. Pengambilan sampel dapat dilakukan dengan nomor ganjil saja, genap saja, atau kelipatan tertentu, misalnya kelipatan dari bilangan enam. Untuk ini maka yang diambil sebagai sampel adalah nomor 1, 6, 12, 18, 24, dan seterusnya sampai 100
b.      Sampling kuota
Sampling kuota adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri sampai jumlah yang diinginkan. Sebagai contoh, akan meneliti pendapat masyarakat terhadap pelayanan masyarakat dalam urusan ijin mendirikan bangunan. Jumlah sampel yang ditentukan 500 orang. Kalau pengumpulan data belum didasarkan pada 500 orang tersebut, maka penelitian dipandang belum selesai, karena belum memenuhi kuota yang ditentukan.
c.       Sampling Insidental
Sampling insidental adalah teknik menentukan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan penelitidapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang  kebetualn ditemui itu cocok sebagai sumber data.


d.      Sampling Porposive
Sampling porposive adalah teknik penentuan sample dengan pertimbangan tertentu. Misalnya akan melakukan penelitian tenang kualitas makanan, maka sampel sumber datnya adalah orang yang ahli makanan, atau penelitian tentang kondisi politik suatu daerah, maka sampelnya adalah orang yang ahli politik. Sampel ini lebih cocok digunakan untuk penelitian kualitatif atau penelitian yang tidak melakukan generalisasi.
e.       Sampling Jenuh
Sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil, kurang dari 30 orang, atau yang ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil. Istilah lain sample jenuh adalah sensus, dimana semua angota populsi dijadikan sampel.
f.       Snowball Sampling
Snowball sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian membesar. Ibarat bola salju yang mengelinding lama-lama menjadi besar. Dalam penentuan sampel, pertama-tama dipilih satu atau dua orang, tetapi karena dengan dua orang ini merasa belum lengkap terhadap data yang diberikan, maka peneliti mencari orang lain yag lebih tahudan dapat melengkapi data yang diberikan oleh kedua orang sebelumnya. Pada penelitian kualitatif banyak menggunkan sampel purposive dan snowball. Misalnya akan meneliti siapa provokator  kerusuhan, maka akan cocok menggunaan Purposive dan Snowball.
D.    Menentukan Ukuran Sampel
Jumlah anggota sampel sering dinyatakan dengan ukuran sampel. Jumlah sampel yang diharapkan 100% mewakili populasi adalah sama dengan jumlah anggota populasi itu sendiri. Jadi bila jumlah populasi 1000 dan hasil penilitian itu akan diberlakukan untuk 1000 orang tersebut tanpa ada kesalahan, maka jumlah sampel yang diambil sama dengan jumlah populsi tesebut yaitu 1000 orang. Makin besar jumlah sampel mendekati populasi maka peluang kesalahan generalisasi semakin kecil dan sebaliknya makin kecil jumlah sampel menjahui populasi maka makin besar kesalahan generalisasi (diberlakukan umum).
Berikut ini tabel penentuan jumlah sampel (lihat lampiran)  dari populasi tertentu yang dikembangkan dari Isaac dan Michael, untuk tingkat kesalahan, 1%, 5%, 10%. Rumus untuk menghitung ukuran sampel dari populasi yang diketahui jumlahnya adalah sebagai berikut
S = λ2. N.P.Q
     d2 (N-1)+ λ2.P.Q
λ2 dengan dk = 1, taraf kesalahan bisa 1%, 5%, 10%
P = Q = 0,5.  d = 0,005. s = jumlah sampel

Berdasarkan rumus tersebut dapat dihitung jumlah sampel dari populasi mulai dari 10 sampai dengan 1.000.000. oleh karena itu dapat dilihat bahwa, makin besar tahap kesalahan, maka kecil ukuran sampel.
Cara menentukan ukuran sampel seperti yang dikemukakan di atas didasarkan atas asumsi bahwa populasi berditribusi normal. Bila sampel tidak berdistribusi normal, misalnya datanya homogen maka cara tersebut tidak perlu dipakai.
Selanjutnya ini diberikan cara menentukan jumlah anggota sampel dengan menggunakan Nomogram Harry King seperti Berikut ini. Dalam Nomongram Harry King tersebut jumlah pupolasi maksimum 2000, dengan taraf kesalahan yang bervariasi, mulai 0,3% samapai dengan15% dan factor pengali yang disesuaikan dengan taraf kesalahan yang ditentukan. Dalam nomogram terlihat untuk confident internal (internal kepercayaan) 80% factor pengalinya= 0,780, untuk 85% factor pengalinya= 0,785; untuk 99% factor pengalinya= 1,195 dan untuk 99% factor pengalinya= 1,573 (table lihat di lampiran)

E.     Contoh Menentukan Ukuran Sampel
Akan melakukan penelitian untuk mengetahui tanggapan kelompok masyarakat terhadap pelayanan pendidikan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah tertentu. Kelompok masyarakat itu terdiri dari 1000 orang, yang dapat dikelompokan berdasarkan jenjang pendidikan, yaitu lulusan S1 = 50, Sarjana Muda= 300, SMK = 500, SMP = 100, SD = 50.
Dengan menggunakan tabel , bila jumlah populasi = 1000, kesalahan 5%, maka sampelnya = 258. Karena populasi berstrata, maka sampelnya juga berstrata. Stratanya ditentukan menurut jenjang pe didikan. Dengan demikian masing-masing sampel untuk tingkat pendidikan harus proporsional sesuai dengan populasi. Berdasrkan perhitungan dengan cara berikut ini jumlah sampel untuk kelompok S1 = 14, Sarjan Muda = 83, SMK = 139, SMP = 14 dan SD = 28.
S1        = 50/1000        X         258      =          12.90               =          13
SM      = 300/1000      X         258      =          77,40               =          78
SMK   = 500/1000      X         258      =          129,0               =          129
SMP    = 100/1000      X         258      =          25,8                 =          26
SD       = 50/1000        X         258      =          12,90               =          13
            Jumlah                                                                         =          259
Jadi jumlah sampelnya = 12,9 + 77,4 +129 +25,8 + 12,9  = 258. Jumlah yang pecahan bisa dibulatkan keatas, sehingga jumlah sampel menjadi 13+78+129+26+13=259.
Roscoe dalam buku Research Methods For Business (1982:253) membarikan saran-saran tentang ukuran sampel untuk penelitian seperti berikut.
1.      Ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai dengan 500.
2.      Bila sampel dibagi dalam kategori (misalnya : pria-wanita, pegawai negeri-swasta, dan lain-lain) maka jumlah anggota sampel setiap kategori minimal 30.
3.      Bila dalam penelitian akan melakukan analisis dengan multivariate (korelasi atau regresi ganda) maka jumlah sampel minimal 10 kali dari jumlah variabel yang diteliti. Misalnya variabel penelitinnya ada 5 (independent+dependent), maka jumlah anggota sampel = 10 x 5 = 50.
4.      Untuk penelitian eksperimen yang sederhana yang menggunkan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol maka jumlah anggota sampel masing-masing antara 10s/d 20.

F.     Cara Mengambil Anggota Sampel
Karena teknik pengambilan sampel adalah random, maka setiap anggota populasi mempunyai peluang sama untuk diplih menjadi anggota sampel. Untuk contoh diatas peluang setiang anggota populasi = 1/1000. Dengan demikian cara pengambilannya bila nomor satu telah diambil, maka perlu dikembalikan lagi, kalau tidak dikembalikan peluangnya menjadi tidak sama lagi. Misalnya nomor pertama tidak dikembalikan maka peluang berikutnya menjadi 1 : (1000-1) = 1/999. Peluang akan semakin besar bila yang telah diambil tidak dikembalikan. Bila yang telah diambil keluar lagi maka dianggap tidak sah dan di kembalikan lagi.

2.      Populasi dan Sample Pada Penelitian Kualitatif

A.       Pengertian
Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istialah populasi, tetapi oleh Spradly dinamakan “social situation” atau situasi sosial yang terdiri dari atas tiga elemen yaitu: tempat ( place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis.
Tetapi sebenarnya obyek penelitian kualitatif, juga bkan semata-mata pada situsi sosial yang terdiri dari tiga elemen tersebut, tetapi juga berupa peristiwa alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, kendaraan dan sejenisnya.
Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi, karena penelitian kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada pada situasi sosial tertentu dan hasil kajiannya tidak akan deberlakukan ke populasi, tetapi ditransferkan ketempat lainpada situsi yang memiliki kesamaan dengan situasi sosial pada kasus yang dipelajari.
Sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan renponden, tetapi nara sumber, atau pertisipan, informan, teman dan guru dalam penelitian. Sampel dalam penelitian kualitatif, juga bukan disebut sampel statistik, tetapi sampel teoritis, karena tujuan penelitian kualitatif adalah untuk menghasilkan teori. Sampel dalam penelitian kualitatif juga disebut sebagai sampel konstruktuif, karena dengan sumber data dari sampel itu dapat dikonstrukskan fenomena yang semula masih belum jelas.
Pada penelitian kualitatif, peneliti memasuki situasi sosial tertentu, yang dapat berupa lembaga pendidik tertentu, melakukan observasi dan wawancara kepada orang-orang yang dipandang tahu tentang situasi sosial tersebut. Penentuan sumber data pada orang yang diwawancarai dilakukan secara purposive, yaitu dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertntu. Hasil penelitian tidak akan di generalisasikan ke populasi karena, pengambilan sampel tidak diambil secara random. Hasil penelitian dengan metode kualitatif dapat ditranferkan atau diterapkan ke situasi sosial (tempat lain), apabila situasi sosial lain tersebut memililki kemiripan atau kesamaan dengan situsi sosial yang diteliti.
B.       Teknik Pengambilan Sampel
Dalam penelitian kualitatif, teknik sampling yang sering digunakan adalah purposive, dan snowball sampling. Seperti telah dikemukakan bahwa, purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangn tertentu. Snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data, yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar.
Lincoln dan Guba (1985) mengemkakan bahwa,” Naturalistic sampling is, then, very different from conventional sampling. It is based on informational, not statistical, considerations. Its purpose is to maximize information, not to facilitate generalization”. Penentuan sampel dalam penelitian kualitatif (naturalistik) sangat berbeda dengan penentuan sampel dalam penelitian konvensional (kuantitatif). Penentuan sampel dalam penelitian kualitatif tidak didasarkan perhitungan statistik. Sampel yang dipilih berfungsi untuk mendapatkan informasi yang maksimum, bukan untuk digenaralisasikan.
Oleh karena itu Lincoln dan Guba (1985), dalam penelitian naturalistik, spesifikasinya sampel tidak dapat ditentutan sebelumnya. Ciri-ciri khusus sampel purposive, yaitu 1) Emergensampling design/sementara, 2) serial selection of sample units/mengelinding seperti bola salju (snowball), 3) continous adjustment or ‘focusing’ of the sample/disesuaikan dengan kebutuhan, 4) selection to the point of redundancy/dipilih sampai jenuh (Lincoln dan Guba, 1985).
Dalam proposal penelitian kualitatif, sampel sumber data yang dikemukakan masih bersifat sementara. Namun demikian pembuatan roposal perlu menyebutkan siapa-siapa yang kemungkinan akan digunakan sebagai sumber data. Misalnya akan meneliti gaya belajar anak jenius, maka kemungkinan sampel sumber datanya adalah orang-orang yang dianggap jenius, keluarga, guru yang membimbing, serta kawan-kawan dekatnya. Selanjutnya misalnya meneliti tentang gaya kepemimpinan seseorang, maka kemungkinan sampel sumber datanya adalah pimpinan yang bersangkutan , bawahan, atasan, dan teman sejawatnya, yang dianggap paling tahu tentang gaya kepemimpinannya.
Sanifah Faisal (1990) dengan mengutip pendapat Spradley mengemukakan bahwa, situasi sosial untuk sampel awal sangat disarankan suatu situasi sosial yang didalamnya menjadi semacam muara dari banyak domain lainnya. Selanjutnya dinyatakan bahwa, sampel sebagai sumber data atau sebagai informan sebaiknya yang memenuhi kriteria sebagai berikut.
1.         Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melaui proses enkulturasi, sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui, tetapi juga dihayati.
2.         Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat pada kegiatan yang tengah diteliti.
3.         Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai informasi
4.         Mereka yang tidak cendrung menyampaikan informasi hasil “kemasannya” sendiri
5.         Mereka pada umumnya tergolong “cukup asing” dengan peneliti sehingga lebih menggairahkan untuk dijadikan semacam guru atau narasumber.

Sepereti yang dikemukakan bahwa, penambahan sampel iu dihentikan, manakala datanya sudah jenuh. Dari berbagai informan, baik yang lama maupun yang baru, tidak memberikan data baru lagi. Bila pemilihan sampel atau informan benar-benar jenuh pada subyek yang benar-benar menguasai situasi sosial yang diteliti (obyek), maka merupakan keuntungan bagi peneliti, karena tidak memerlukan banak sampel lagi, sehingga penelitian cepat selesai. Jadi yang menjadi kepedulian bagi peneliti kualitatif adalah “tuntas dan kepastian” perolehan informasi dan keragaman variasi yang ada, bukan banyaknya sampel sumber data.

3.      Populasi dan Sample Pada Penelitian Tindakan Kelas

Subyek penelitian PTK berbeda dengan penelitian formal. Pada ptk tidak dikenal adanya populasi, sampel, dan teknik sampling seperti pada penelitian kuantitatif, tetapi digunakan dengan istilah subyek penelitian. Pada PTK, pupolasi adalah sampel yang juga berarti subyek penelitian. Jika yang melakukan PTK adalah guru, subyeknya adalah siswa. Apabila yang melakukan penelitian adalh kepala sekolah, maka subyeknya adalah guru. Namun karena seorang kepala sekolah merupakan seorang guru, maka subyek penelitian PTK bias juga siswa. Pada penelitian yang dilakukan oleh pengawas sekolah, subyeknya adalah guru atau kepala sekolah. Dalam hal subyeknya bukannya siswa seperti guru dan kepala sekolah, biasanya penelitiannya disebut Penelitian tindakan Sekolah.
Dari kesimpulan diatas dapat disimpulkan bahwa perbedaan yang terdapat pada ketiga penelitian ini (penelitian kuantitatif, kualitatif dan tindakan kelas), adalah sebagi berikut:
Karakter
Penelitian Kuantitatif
Penelitian Kualitatif
PTK
Pupolasi, Sampel/ Obyek dan Sabyek penelitian
1. Besar
2. Representatif
3. Sedapat Mungkin Random
4. Ditentukan Sejak Awal
1. Kecil
2. Tidak Representatif
3. Purposif, Snowball, Jenuh
4. Berkembang Selama Proses Penelitian
1. Khasus Khusu


 Sumber:
Arikunto, Suharsimi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.


Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung; Alfabeta