PARADIGMA, METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN BAHASA
I. Pengertian Paradigma
Paradigma mempunyai banyak arti, antara lain, cara memandang, melihat sesuatu (theway of loking at thinks) dan ada juga yang memahami sebagai teori, aliran, hukum, kerangka berfikir, dan sebagainya (Thomas Kuhn dalam hanafi, 2011:25). Penetapan suatu paradigma mempengaruhi pemilihan metodologi penelitian, karena ia akan mendasari kerangka berfikir atau cara pandang terhadap realitas yang menjadi objek penelitian dan pemilihan jenis metodologi penelitian. Oleh sebab itu, pemahaman terhadap paradigma menjadi hal yang yang sangat penting sebelum seorang peneliti menetapkan jenis metodologi penelitiannya.
Metodelogi penelitian sebagai cara atau tahapan yang sistematis, efetif dan rasional dlam memecahkan masalah dapat dilakukan dengan dua paradigma, yaitu paradigma positivistik, dan paradigma naturalistik. Kedua paradigma ini berbeda dalam melihat suatu realitas/ kebenaran.
A. Paradigma Positivistik
Paradigma positivstik adalah aliran filsafat yang mengakui bahawa suatu realitas dikatan benar jika berdasarkan fakta-fakta positif yang didekatkan dengan metode ilmiah, yaitu eksperimen, observasi, dan komparasi. Fakta positif adalah yang sesungguhnya nyata, pasti dan berguna, jelas dan langsung dapat diamati dan dibenarkan oleh setiap orang yang memiliki kesempatan untuk mengamati dan menilainya. Menurut John W. Creswell (dalam Hanafi, 2011:25), paradigma ini mengandalkan eksperimen atau data empiris sebagai teknik dasar dan menganggap kebenaran dapat diuji (confirmable), karena kebenaran adalah hipotesis yang telah teruji melalui eksperimen melalui proses berfikir deduksi atau khazanah ilmu yang sudah ada.
Paradigma positivistik, menurut Lincoln dan Guba dalam J.W. Creswell (dalam Hanafi, 2011: 25), mendasari asumsinya sebagai berikut:
1. Realitas dipanadang sebagai satu rangkaian perwujudan rill, proses yang teratur \, dan dapat dipecah-pecah (parsial) ke dalam rangkaian subsistem yang independen atau variabel yang dapat diteliti hubungan-hubungannya.
2. Antara peneliti dengan yang diteliti adalah dua hal yang terpisah; tidak saling mempengaruhi.
3. Positivistik mengansumsikan bahwa realitas bisa digenneralisir yang berlaku untuk waktu dan tempat dimana saja, bebas nilai (obyektif), dan dapat diprediksikan sebab dan akibatnya.
4. Paradigma positivistik mendasari penelitian kuantitaif yang mencari fakta dengan mengabaikan unsur-unsur subyektif yang melekat pada setiap individu dan mementingkan faktor-faktor eksternal sebagai penggerak dan penentu tingkah laku manusia (etic).
5. Tujuan penelitian kuantitatif melihat suatu realitas sebagai hal yang tunggal, teramati dan dapat dipragmentasikan.
6. Oleh sebab itu, penelitian ini mempunyai perspektif etic (apa yang dipersepsikan orang menurut peneliti), sehingga pencarian data bisa diawali oleh rang lain (bukan peneliti sendiri) atau alat-alat penelitian yang memungkinkan menggali data penelitian dapat berbentuk tes dan non tes, dan diprediksi oleh peneliti hal yang akan terjadi dari data yang dimanipulasikan. Dengan demikian, masalahnya mempersoalkan faktor-faktor yang bisa didekteksi atau terobservasi untuk dipecahkan sebab dan akibat dari variabel yang ditelitinya.
7. Paradigma positivistik mendasari penelitian ilmiah (scientific paradigm). Oleh sebab itu langkah-langkah identik dengan metode ilmiah, yaitu berfikir deduktif yang ujungnya hipotesis dan berfikir induktif yang ujungnya pengujian hipotesis berdasarkan data yang dikumpulkan.
B. Paradigma Naturalistik
Paradigma naturalistik/fenomenologis mencari fakta dari alasan masing-masing individu mengapa melakukan sesuatu (emic). Paradigma Naturalistik mendasari penelitian kualitatif, naturalistic inquiry (Guba dalam Hanafi, 2011:28). Dinamakan inquiri naturalistik karena penelitian dilakukan dalam latar/ setting alamiah yan menjadi tempat penelitiannya (bukan laboratorium) dengan menggunakan Natural method (observation, interview, thinking, reading, and writting).
Paradigma Naturalistik ini melihat suatu realitas (1) bersifat kompleks, (2) holistik, (3) terfokus pada semua faktor yang terlibat, (4) hubungan peneliti dengan yang diteliti interaktif dan tidak dapat dipisah, (5) generalisasi terikat waktu dan tempat sehingga sulit dibedakan mana sebab dan akibat, (6) pengkajian terikat. Oleh sebab itu, maslaah yang akan dicarinya terfokus dan berdalam-dalam untuk mendeskripsikan gejala-gejala yang diamati dan nilai budaya serta makna semantit (meaning) di balik relaitas/ fakta (tingkah laku, ucapan dan tindakan subyek yang diteliti). Misalnya penelitian tentang mengapa kaum perempuan memilih pekerjaan sebagai guru bahasa, dan sebagainya.
Hubungan realitas dalam paradigma naturalistis sangat kompleks karena realitas yang satu mempunyai hubungan dengan yang lainnya.
C. Paradigma Rasional
Paradigma rasionaladalah cara pandang ilmu dalam memecahkan masalah berdasarkan (1) keberterimaan akal sehat yang didukung dengan bahan-bahan pustaka, (2) adanya korespodensi (keterkaitan) dan (3) koherensi (keberterimaan) anatara satu pendapat dengan pendapat-pendapat lainnya atau suatu teks dengan teks-teks yang lainnya, antara fakta yang lama dengan fakta yang baru, antara pendapat para ahi yang satu dengan yang lainnya, serta (4) adanya kohesi (kepaduan wacana).
Untuk mendapatkan kebenaran yang rasional, jenis penelitian dengan paradigma pragmatik memerlukan uji data dari beberapa cara, antara lain, uji data dengan teori, uji teman sejawat, uji pakar, dsb sehingga data yang dikaji peneliti menjadi valid dan reliabel. Jenis penelitian yang berparadigma ini antara lain penelitian kajian pustaka.
D. Paradigma Pragmatik
Paradigma pragmatik adalah cara pandang yang melihat masalah dari aspek kegunaannya, misalnya bagaimana tindakan yang dapat meningkatkan hasil belajar bahasa Arab yang memenuhi kriteria Pakem (Pembelajaran Aktif Kreatif dan Menarik), bagaimana strategi pembelajaran pendidikan agama yang dapat meningkatkan anak berakhlak mulia, dan sebagainya.
Paradigma ini melahirkan penelitian dengan pendekatan penggabungan, mixing Research, antara kualitatif dan kuantitatif, karena tujuan yang ingin dicapai adalah adanya efektifitas dari adanya tindakan sehingga dapat meningkatkan atau merubah dari yang ada menjadi sesuatu yang lain yang efektifdan memberi nilai guna yang dirasaan oleh subyek penelitian. Untuk ini, penelitian bukan sekedar menguji teori (kuantitatif) atau Mendeskripsikan data (Kualitatif), tetapi menggabungkan keduanya, yaitu mendeskripsikan suatu tindakan tetapi juga mengukur. Dengan kata lain, salah satu penelitian akan berlanjut dari kualitatif ke kuantitatif atau sebaliknya. Oleh sebab itu sah saja jika seseorang menggunakan dua pendekatan sekaligus dalam metode penelitiannya jika yang akan ditelitinya tentang efektifita kegitan/tindakan. Jenis penelitian yang berparadigma prakmatik antara laian penelitian tindakan, penelitian pengembangan, dsb.
II. Prosedur Tahapan Pelaksanaan Penelitian Bahasa
Pelaksanaa penelitian bahasa
menurut tahapan dapat dibagi atas tiga tahan, yaitu:
1. Prapenalitian
2. Pelaksanaan penelitian
3. Penulisan laporan penelitian
Tahapan prapenelitian dimaksudkan sebagai tahapan yang menuntun peneliti untuk berusaha merumuskan secara jelas tentang masalah yang hendak dipecahkan melalui penelitian. Rumusan secara jelas tersebut mencakup: latar belakang munculnya masala; rumusan masalah secara spesifik dan operasional; Hubungan masalah yang hendak diteliti dengan penelitian-penelitian terdahulu (dalam hal ini berkaitan dengan kajian pustaka) dan teori-teori tertentu (berkaitan dengan kerangka teori yang akan digunakan); dan metode meode (termasuk teknik-tekniknya) yang hendak digunakan. Semua ini harus tertuang dalam desain penelitian atau proposal.
Dengan demikian, tahapan prapenelitian tidak lain adalah tahapan penyusunan desain penelitian (proposal). Tahapan ini ditandai oleh adanya kegiatan menyusun dan terwujudnya sebuah desain penelitian. patut ditambahkan bahwa selain hal-hal diatas sebuah desain penelitian dapat pula memuat hal-hal yang berkaitan dengan hipotseis, hasil yang diharapkan dari penelitian, daftar pustaka, dan jadwal kegiatan.
Kemudian, tahapan pelaksanaan penelitian dijabarkan dalam tiga tahapan pokok, yaitu penyediaan data, analisis data, dan membuat rumusan hasil analisis yang diwujudkan dalam bentuk kadah-kaidah. Ketiga tahapan ini merupakan inti dari kegiaan penelitian (bahasa). Dikatakan demikian karena terjawabnya permasalahan yang menjadi dasar dilakukannya penelitian hanya dimungkinkan, jika data yang gayut dengan masalah tersebut telah tersedia dan teranalisis serta tertemukannya kaidah-kaidah, yang merupakan jawaban terhadap masalah yang diteliti tersebut. Ketiga tahapan diatas, masing-masing ditandai oleh kegiatan menyediakan dan tersedianya data; menganalisis dan ditemukannya kaidah-kaidah tertentu; Serta tersajinya kaidah-kaidah tersebut dalam rumusan-rumusan tertentu.
Adapun tahapan penulisan laporan penelitian dimaksudkan, pada tahap ini peneliti membuat laporan dari penelitian yang dilakukan, yang dapat berwujud makalah, skripsi, tesis, disertasi, dan lain-lain tergantung untuk apa penelitian tersebut dilakukan apabila penelitian itu dilakukan sebagai karya tulis akhir pada program S1, S2, dan S3, maka laporan penelitian dapat disebut secara berturut-turut: skripsi, tesis, dan disertasi. Oleh karena itu, tahap ini ditandai oleh kegiatan membuat dan terwujudnya sebuah laporan penelitian.
Ketiga tahapan pelaksanaan penelitian yang disebutkan diatas merupakan persoalan yang hendak diungkapkan secara panjang lebar dalam buku ini. untuk sistematisnya akan diuraikan satu per satu secara berturut-turut. Sebelum itu, perlu ditegaskaan bahwa dalam buku ini disamping akan dipaparkan tentang penelitian bahasa secara sinkronis (linguistik teoretis) juga akan dipaparkan ihwal penelitian bahsa secara diakronis, khususnya yang berhubungan dengan kajian dialektologi diakronis dan linguistik historis komparatif. Perbedaan yang cukup signifikan tantang penanganan masalah kebahasaan berdasarkan kedua perspektif diatas, tidaklah terdapat pada tahap prapenelitian dan penulisan laporan penelitian, melainkan pada tahap pelaksaanaan penelitian khususnya yang menyangkut metode dan teknik-tekniknya. Dalam hal metodenya pun tidak terlalu berbeda karena terdapat metode yang sama, hanya penerapan metodenya yang berbeda. Selain itu, akan dipaparkan juga ihwal metode yang berhubungan dengan penelitian pemakaian bahasa, khususnya yang berhubungan dengan sosiolinguistik. Hal ini dipandang perlu, karena jika pada paparan ihwal penelitian dalam bidang linguistik sinkronis maupun diakronis diatas cenderung bersifat linguistis, paparan pada bidang pemakaian bahasa merupakan lahan kajian yang bersifat antarbidang. Dengan demikian, diharapkan diperoleh bagaimana seluk beluk penelitian yang bersifat antarbidang tersebut. Untuk itu, pemaparan pada Bab III: Pelaksanaan penelitian akan dibagi dalam tiga seksi dasar, yaitu pemaparan tentang metode dan teknik-teknik yang digunakan dalam penelitian bahasa secara sinkronis dan pemaparan tentang metode dan teknik-teknik yang digunakan dalam penelitian bahasa secara diakronis, serta pemaparan tentang metode dan teknik yang digunakan dalam penelitian sosiolinguistik.
Daftar Referensi
Hanafi, Abdul Halim. 2011. Metodologi Penelitian Bahasa. Jakarta; Diadit Media Press.
Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta; Rajawali Pers.
Muhammad. 2014. Metode Penelitian Bahasa. Jogjakarta; Ar-Ruzz Media.